KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBAHASA JAWA SISWA KELAS 5 DI SD KECAMATAN PAKIS
A.
Latar
Belakang
Bahasa Jawa adalah salah satu dari 700 bahasa daerah yang ada dalam
Bangsa Indonesia. Bahasa jawa secara geografis digunakan pada provinsi Jawa
Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Bahasa Jawa adalah bahasa
yang mengenal adanya tingkatan tutur (Speech level) atau undha-usuk
atau unggah-ungguhing basa. Tingkat tutur ini merupakan
variasi berbahasa yang keberadaanya ditentukan oleh anggapan penutur dan
relasinya adalah kepada orang yang diajak berbicara. Berdasarkan leksikonya
inilah Poedjosoedarmo menyebutkan adanya tingakatan tutur ngoko, madya,
dan krama dalam Bahasa Jawa[1].
Selanjutnya dikatakan bahwa sejak awal abad XX pemakaian rapi Unggah-ungguh
itu tidak pernah dilakukan dilakukan lagi secara baik. Hingga sebelum Perang
Dunia Kedua masyarakat Jawa bisa beralih ke Bahasa Melayu atau Bahasa Belanda
untuk menghindarkan pemakaian bahasa ibu mereka dan untuk membebaskan diri
mereka dari kesopanan berbahasa. Pada dasawarsa limapuluhan pun kebanyakan
orang sudah tidak mempedulikan lagi kerapian unggah-ungguh itu dalam pemakaian
Bahasa Jawa[2].
Menurut catatan UNESCO, sepuluh bahasa mati setiap tahunnya di
dunia ini. Fakta ini tentu sangat mengkhawatirkan eksistensi Bahasa Jawa itu
sendiri. Pada dasarnya Bahasa Jawa adalah bahasa ibu bagi etnis Jawa. UNESCO
mengemukakan bahwa untuk menjaga agar tidak termasuk bahasa yang mengalami
kepunahan, Bahasa Jawa harus dilestarikan.
Sebagai bahasa ibu, Bahasa Jawa harus diajarkan sejak dini.
Ada
beberapa faktor yang menyebabkan kepunahan bahasa :
1.
Bahasa
mati karena penduduknya mati semua seperti yang dialami penduduk asli Tasmania.
2.
Bahasa
mati karena oleh para penuturnyahal itu dikarenakan mereka meninggalkan bahasa
ibunya dan pindah ke bahasa lain karena dipaksa.
3.
Larangan
memakai bahasa ibu, seperti yang terjadi Kenya dan Bahasa Indian di Amerika
Serikat.
4.
Penuturnya
terpaksa beralih pindah ke bahasa lain kareba bahasa lain dianggap lebih maju
dan modern, sedangkan bahasa ibunya dianggap terbelakang.
5.
Penuturnya
berjumlah di bawah 100.00. di Indonesia ada 109 lebih bahasa yang penuturnya di
bawah jumlah itu.
Di antara penyebab kepunahan itu, gejala yang terjadi di Indonesia – khususnya Jawa –
adalah adanya pemakaian bahasa kedua, yaitu Bahasa Indonesia sebagai bahasa
yang lebih tepat dipakai sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan, serta
munculnya generasi muda yang lebih suka menggunakan Bahasa Indonesia.[3]
Upaya pelestarian memang perlu mengingat saat ini adanya gejala
yang menunjukkan Bahasa Jawa akan ditinggalkan oleh penuturnya, terutama kaum
muda.[4] Upaya
yang tepat adalah melalui jalur pendidikan, yaitu dalam pembelajaran Bahasa dan
Sastra Jawa dalam kerangka Budaya Jawa. Jalur ini merupakan sarana yang sangat
efektif dalam usaha pelestarian Bahasa Jawa dan pelestarian Kebudayaan. Jenjang
Sekolah Dasar adalah jenjang yang sangat berpengaruh dalam membentuk karakter
berbahasa Jawa siswa, sebelum naik ke jenjang selanjutnya.
Dalam Kongres Bahasa Jawa IV disampaikan bahwa Bahasa Jawa
pembelajaran Bahasa Jawa hendaknya tidak hanya sekadar meaning getting,
tetapi berupa proses meaning making, sehingga menghasilkan internalisasi
nilai-nilai dalam diri siswa. Dengan pola itu siswa tidak dijejali dengan
seperangkat kaidah untuk dimengerti secara kognitif, tetapi diarahkan untuk
pengembangan aspek afeksi, sesuai dengan sifat Bahasa Jawa itu sendiri yang
penuh dengan muatan afeksi. Demikian juga dengan bahasa di daerah lain, pola
pembelajaran seperti itu akan dapat diterapkan secara baik, karena
bahasa-bahasa daerah di Indonesia memiliki karakteristik yang serupa, yaitu
penuh dengan muatan afeksi.
Pembelajaran merupakan interaksi antara pendidik dan peserta didik.[5]
Guru atau pendidik adalah unsur manusiawi dalam pendidikan. Guru adalah figur
manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam
pendidikan. Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen menyatakan
bahwa guru adalah pendidik professional dengan tugas utama adalah mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi pada anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.[6]
Maka dari itu guru dittuntut untuk memunyai kemampuan-kemampuan
dalam mengajar. Menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, kemampuan guru
dibagi mejadi empat dimensi yaitu: kemampuan pedagogik, kemampuan professional,
kemampuan sosial dan kemampuan kepribadian.[7]
Kemampuan personal harus mendapat perhatian lebih, sebab kemampuan ini akan
berkaitan dengan idealisme pendidik.
Seorang guru dalam tugasnya sebagai pendidik harus memiliki ilmu
tentang bagaimana mendidik dengan baik guru tidak hanya sekadar terampil dalam
menyampaikan bahan ajar, tetapi juga dituntut mampu mengembangkan pribadi,
watak, serta mempertajam hati nurani anak. Kemampuan pedagogik harus dimiliki
oleh seorang guru karena itu adalah ilmu yang mengkaji bagaimana membimbing
siswa. Kompetensi pedagogik juga termasuk kemampuan menjelajah ilmu
pengetahuan, menunjukkan keterampilan dalam mengajar dan menampilkan sikap
positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru. Kemampuan pedagogik secara
langsung memunyai pengaruh yang sangat besar dalam proses belajar mengajar,
jika guru mampu menyampaikan materi yang diajarkan sesuai dengan harapan
peserta didik. Maka akan terciptannya proses pembelajaran yang efektif dan
bermakna.
Maka berdasar dari uraian latar belakang ditas, maka peniliti
tertarik untuk meneliti “Kompetensi
Pedagogik Guru Kelas V dalam Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Jawa Krama
Siswa SD di Kecamatan Pakis”
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah di uraikan, secara umum masalah dalam penelitian ini
di antaranya :
1. Bagaimana
tingkat kompetensi pedagogik Guru Kelas V dalam pembelajaan Bahasa Jawa di
Kecamatan Pakis?
2. Bagaimana
peran dan fungsi kompetensi pedagogik Guru Kelas V dalam meningkatkan
keterampilan berbahasa Jawa Krama siswa di Kecamatan Pakis?
3. Bagaimana efektifitas kompetensi pedagogik Guru
Kelas V dalam meningkatkan keterampilan berbahasa Jawa Krama siswa di Kecamatan
Pakis?
C.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, maka penilitian ini bertujuan:
1.
Untuk
mengetahui kompetensi pedagogik guru Bahasa
Jawa kelas V di Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang.
2.
Untuk
mengetahui peranan kompetensi pedagogik guru Bahasa Jawa kelas V dalam
meningkatkan keterampilan berbahasa Jawa Krama siswa di Kecamatan Pakis.
3.
Untuk
mengetahui pengaruh kompetensi pedagogik guru Bahasa Jawa terhadap keterampilan
berbahasa Jawa Krama Siswa kelas V di Kecamatan Pakis.
D.
Manfaat
Penelitian
1.
Manfaat
Teoritis
Sebagai bahan referensi dan kajian dalam ilmu
pengetahuan di bidang pendidikan.
2.
Manfaat
Praktis
a.
Sekolah
Dasar di Kecamatan Pakis
Memberikan sumbangan bagi pihak
sekolah dalam usaha meningkatkan keterampilan
Berbahasa Jawa Krama Siswa dengan menggunakan metode yang sesuai.
b. Guru
Bahasa Jawa di Kecamatan Pakis
Memberikan gambaran mengenai
kompetensi pedagogik guru dalam pembelajaran Bahasa Jawa.
c. Siswa
Kelas V SD di Kecamatan Pakis.
Memeberikan stimulus bagi siswa
untuk meningkatkan kualitas belajar Bahasa Jawab dalam pembelajaran di kelas.
d. Peneliti
Dapat mengetahui pengaruh
kompetensi pedagogik guru Bahasa Jawa kelas V dalam meningkatkan keterampilan
berbahasa Jawa Krama Siswa.
E. Hipotesis
Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara
terhadap masalah penelitian yang keberadaannya masih lemah. Sehingga harus
diuji secara empiris. Ada dua hipotesis yang digunakan dalam penelitian.
1. Hipotesis
kerja atau disebut hipotesis alternatif, disingkat dengan Ha. Hipotesis kerja
menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan Y atau adanya perbedaan antar
dua kelompok.
Rumusan hipotesis kerja :
“ adanya pengaruh kompetensi pedagogik guru dengan keterampilan berbahasa Jawa Krama
siswa kelas V SD di Kecamatan Pakis.”
2. Hipotesis
nol disingkat Ho. Hipotesis ini menyatakan tidak adanya perubahan antara dua
variabel atau tidak ada pengaruh variabel X terhadap variabel Y.
“ tidak adanya pengaruh kompetensi pedagogik guru
dengan keterampilan berbahasa Jawa Krama siswa kelas V SD di Kecamatan Pakis.”
F. Ruang
Lingkup Penelitian
Dalam
ruang lingkup pembahasan ini mencakup kompetensi pedagogik guru kelas V dalam
meningkatkan keterampilan berbahasa Jawa Krama siswa SD di Kecamatan Pakis.
Dimana dalam peningkatan keterampilan berbahasa Jawa Krama tersebut seorang
guru harus dituntut untuk memiliki kompetensi yang mampu mengajarkan bahasa
Jawa Krama dengan baik.
G. Orisinalitas
Penelitian
no
|
Nama Peneliti, Judul,
bentuk, penerbit dan tahun penelitian
|
Persamaan
|
Perbedaan
|
Orisinalitas
Penelitian
|
1
|
Faridatul Ainiyah, Kompetensi
Pedagogik Guru Dalam Peningkatan Motivasi Belajar Bahasa Arab Siswa di MI
Darussalam, Tesis, 2014.
|
Objek penilitian
|
Mata pelajaran yang
diteliti
|
|
2
|
Ahmad Rasulu,
Kompetensi Pedagogik Guru Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mata
Pelajaran Sosiologi, Jurnal, 2013.
|
Objek penelitian
|
Mata pelajaran
|
|
3
|
Eresia Lamajau,
Peningkatan Kemampuan Berbicara Siswa Kelas V SDN Sampaka Kecamatan Bualemo
Kecamatan Banggai Melalui, Jurnal, 2012.
|
Objek penelitian
|
Mata pelajaran
|
H. Definisi
Operasional
Kompentensi
: Kumpulan pengetahuan, perilaku, dan keterampilan yang harus dimiliki guru untuk mencapai tujuan
pembelajaran dan pendidikan. Kompetensi diperoleh melalui, pelatihan,
pendidikan, dan belajar secara mandiri dengan memanfaatkan sumber belajar.
Kompetensi
pedagogis : merupakan kemampuan dalam mengelola peserta didik yang meliputi:
(a) pemahaman wawasan atau landasan pendidikan; (b) pemahaman terhadap peserta
didik; (c) pengembangan kurikulum; (d) perancangan pembelajaran; (e)
pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (f) evaluasi hasil
belajar; dan (g) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
yang dimilikinya.
Bahasa
Jawa Krama : Stratifikasi Bahasa Jawa yang dipergunakan untuk menunjukkan rasa hormat
terhadap pendengar yang menurut penutur memiliki tingkatan sosial yang lebih
tinggi
I. Sistematika
Pembahasan
Kualitas
berbahasa jawa karma siwsa Sekolah Dasar belakangan perlu mendapatkan
perhatian. Hal tersebut didasari oleh kurang tercapainya pembelajaran Bahasa
Jawa di kelas. Sehingga sedikit ilmu yang bisa diserap untuk diaplikasikan pada
kehidupan sehari-hari siswa.
J. Kajian
Pustaka
1. Landasan
Teori
a. Kompetensi
Pedagogik
1) Pengertian
Kompetensi
(a) Dalam kamus ilmiah populer dikemukakan bahwa
kompetensi adalah
kecakapan, kewenangan, kekuasaan dan kemampuan.
(b) Dalam UU RI No 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen disebutkan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan
dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai oleh guru atau dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan.
Kompetensi mengacu pada kemampuan
melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan. Kompetensi guru
menunjuk kepada performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi
spesifikasi tertentu dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan. Hal tersebut
dikatakan rasional karena kompetensi mempunyai arah dan tujuan, sedangkan performance
adalah perilaku nyata seseorang yang diamati oleh orang lain.[8]
Menurut Gordon sebagaimana yang dikutip oleh
E. Mulyasa, bahwavada enam aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi,
yaitu sebagai berikut:
(a) Pengetahuan
(knowledge), yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya seorang guru mengetahui cara
melakukan identifikasi kebutuhan belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran
terhadap peserta didiksesuai dengan kebutuhannya.
(b) Pemahaman
(understanding), yaitu kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh
individu, misalnya seorang guru yang akan melaksanakan pembelajaran harus memiliki pemahaman yang
baik tentang karakteristik dan kondisi peserta didik.
(c) Kemampuan
(skill), adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan
tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya, misalnyakemampuan guru dalam
memilih dan membuat alat peraga sederhana untuk memberikan kemudahan belajar
kepada peserta didik.
(d) Nilai
(value), adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis
telah menyatu dalam diri seseorang, misalnya standar perilaku guru dalam
pembelajaran (kejujuran, keterbukaan, demokratis, dan lainlain).
(e) Sikap
(attitude), yaitu perasaan (senang, tak senang, suka, tidak suka) atau reaksi
terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar, reaksi terhadap krisis
ekonomi, perasaan terhadap kenaikan gaji, dan lain-lain.
(f) Minat
(interest), adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan,
misalnya minat untuk melakukan sesuatu atau untuk mempelajari sesuatu. Dari
keenam aspek yang terkandung dalam konsep kompetensi diatas, jika ditelaah
secara mendalam mencakup empat bidang kompetensi yang pokok bagi seorang guru
yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi professional. Keempat jenis kompetensi tersebut harus sepenuhnya
dikuasai oleh guru. Kesadaran akan kompetensi juga menuntut tanggungjawab yang berat
bagi para guru itu sendiri. Mereka harus berani menghadapi tantangan dalam
tugas maupun lingkungannya, yang akan mempengaruhi perkembangan pribadinya.
Berarti mereka juga harus berani berubah dan menyempurnakan diri sesuai dengan
tuntutan zaman.
2) Pengertian Kompetensi Pedagogik
Pedagogik adalah teori mendidik
yang mempersoalkan apa dan bagaimana mendidik sebaik-baiknya[9].
Sedangkan menurut pengertian Yunani, pedagogik adalah ilmu menuntun anak yang
membicarakan masalah atau persoalan-persoalan dalam pendidikan dan kegiatan-kegiatan
mendidik, antara lain seperti tujuan pendidikan, alat pendidikan, cara
melaksanakan pendidikan, anak didik, pendidik dan sebagainya. Oleh sebab itu pedagogik
dipandang sebagai suatu proses atau aktifitas yang bertujuan agar tingkah laku manusia
mengalami perubahan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 14
tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dijelaskan bahwa kompetensi pedagogik
merupakan kemampuan seorang guru dalam mengelola proses pembelajaran yang
berhubungan dengan peserta didik, meliputi pemahaman wawasan atau landasan kependidikan,
pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus,
perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis,
pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.[10] Kompetensi
pedagogik yang merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta
didik, menurut E. Mulyasa sekurangkurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut:[11]
a) Pemahaman
wawasan dan landasan kependidikan
Guru sebagai tenaga pendidik yang
sekaligus memiliki peran penting dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di
negara ini, terlebih dahulu harus mengetahui dan memahami wawasan dan landasan kependidikan
sebagai pengetahuan dasar. Pengetahuan awal tentang wawasan dan landasan
kependidikan ini dapat diperoleh ketika guru mengambil pendidikan keguruan di
perguruan tinggi.
b)
Pemahaman
terhadap peserta didik
Peserta didik adalah setiap orang
yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan
kegiatan pendidikan. Tujuan guru mengenal siswa-siswanya adalah agar guru dapat
membantu pertumbuhan dan perkembangannya secara efektif, menentukan materi yang
akan diberikan, menggunakan prosedur mengajar yang serasi, mengadakan diagnosis
atas kesulitan belajar yang dialami oleh siswa, dan kegiatan-kegiatan guru
lainnya yang berkaitan dengan individu siswa.
c)
Pengembangan kurikulum/silabus
Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan , serta cara yang
digunakan sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Sedangkan silabus adalah seperangkat rencana dan
pengaturan untuk membantu mengembangkan seluruh potensi yang meliputi kemampuan
fisik, intelektual, emosional, dan moral agama. Dalam proses belajar mengajar,
kemampuan guru dalam mengembangkan kurikulum/silabus sesuai dengan kebutuhan
peserta didik sangat penting, agar pembelajaran dapat berlangsung secara
efektif dan menyenangkan. Perancangan pembelajaran merupakan salah satu
kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru, yang akan tertuju pada
pelaksanaan pembelajaran.
d)
Perancangan pembelajaran
Perancangan pembelajaran merupakan
salah satu kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru, yang akan tertuju
pada pelaksanaan pembelajaran. Perancangan pembelajaran sedikitnya mencakup
tiga kegiatan, yaitu: (1) Identifikasi kebutuhan (2) Identifikasi kompetensi
(3) Identifikasi kompetensi
e)
Pelaksanaan pembelajaran yang
mendidik dan dialogis
Dalam peraturan pemerintah tentang
guru dijelaskan bahwa guru harus memiliki kompetensi untuk melaksanakan
pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Hal ini berarti bahwa pelaksanaan
pembelajaran harus berangkat dari proses dialogis antar sesama subjek
pembelajaran sehingga melahirkan pemikiran kritis dan komunikatif. Tanpa
komunikasi tidak akan ada pendidikan sejati.
3) Indikator
kompetensi pedagogik
Seorang guru profesional adalah
orang yang memiliki kemampuan dan keahlian dalam bidang keguruan atau dengan
kata lain ia telah terdidik dan terlatih dengan baik. Terdidik dan terlatih
bukan hanya memperoleh pendidikan formal saja akan tetapi juga harus menguasai
berbagai strategi atau teknik di alam kegiatan belajar mengajar serta menguasai
landasanlandasan kependidikan seperti yang tercantum dalam kompetensi guru.
Kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang guru yaitu: kompetensi profesional, kepribadian, pedagogik, dan sosial.
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan seorang pendidik dalam mengelola
pembelajaran peserta didik yang meliputi:[12]
a)
Kemampuan dalam
memahami peserta didik.
b)
Kemampuan dalam
membuat perancangan pembelajaran.
c)
Kemampuan
melaksanakan pembelajaran yang mendidik dan dialogis.
d) Kemampuan
dalam mengevaluasi hasil belajar.
e)
Kemampuan dalam
mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan beberapa potensi yang
dimilikinya.
b. Pembelajaran
Bahasa
1) Prinsip-prinsip
Pembelajaran Bahasa
a)Konsep
Dasar Pembelajaran Bahasa
Keberhasilan
pembelajaran bahasa sangat bergantung pada bagaimana seorang guru mengemas
pembelajaran menjadi menyenangkan, bermakna, dan mampu mengembangkan potensi
muridnya, yang tercermin dari ketercapaian tujuan yang hendak dicapai. Selain
itu guru juga harus dapat membuat perencanaan pembelajaran dengan matang.
Sejalan dengan itu guru juga hendanya memilih dan menggunakan pendekatan,
metode, ataupun teknik yang tepat.
Prinsip
pembelajaran bahasa merupakan teori-teori dasar yang melandasi terlaksananya
proses pembalajaran bahasa. Ditinjau dari sudut pandang prinsip pembelajaran
bahasa secara umum dikategorikan menjadi tiga jenis.ketiga sudut pandang
prinsip pembelajaran bahasa tersebut adalah: (1) filosofis, (2) akuisisi
bahasa, dan (3) pembelajaran bahasa.[13]
(1) Prinsip
Pembelajaran Bahasa dari Sudut Pandang Filosofis
(a) Humanisme
(b) Progesivme
(c) Progresivme
(2) Prinsip
Pembelajaran Bahasa dari Sudut Padang Pemerolehan Bahasa
(a) Teori
Behaviorisme
(b) Teori
Nativisme
(c) Teori
fungsional
(d) Teori
Kongnitivisme
(e) Teori
Interaksionisme
(3) Prinsip
Pembelajaran Bahasa dari Sudut Pandang Pembelaaran Bahasa
(a) Prinsip
kognitif
(b) Prinsip
afektif
(c) Prinsip
ilmu bahasa
2)
Dimensi
Pembelajaran Bahasa
a) Pendekatan
Pembelajaran Bahasa
Pendekatam dalam proses
pembelajaran bahasa sebagai asumsi yang paling berkaitan , yang bersangkutan
dengan hakikat bahasa. Pendakatan dapat diartikan sebagai seperangkat asumsi
yang saling berkaitan, yang bersangkutan dengan hakikat bahasa, hakikat
mengajar, dan hakikat belajar bahasa. Lebih lanjut pendekatan bisa diartikan
sebagai cara pandang filosofis terhadap sebuah objek tertentu yang dipercayai
dan diyakini kebenarannya tanpa harus dibuktikan lagi kebenarannya. Pendekatan
bersifat aksiomatis, artinya tidak perlu dibuktikan lagi kebenarannya yang
fungsi utamanya adalah mendeskripsikan hakikat apa yang akan diajarkan.
Pendekatan secara arif dan
bijaksana merupakan sebuah keharusan bagi setiap guru. Begitupun juga bagi
seorang guru bahasa. Pandangan guru tentang bahasa, pembelajaran bahasa dan
proses belajar bahasa sangat menentukan sikap dan perbuatannya dalam
merencanakan dan melaksanakan pembelajaran bahasa. Berikut beberapa pendekatan
yang digunakan dalam pembelajaran bahasa yakni:[14]
(1) Pendekatan
Integratif
(2) Pendekatan
Kooperatif
(3) Pendekatan
Kontekstual
(4) Pendekatan
Konstruktivis
(5) Pendekatan
komunikatif
b) Metode
Pembelajaran Bahasa
Metode
merupakan rencana keseluruhan bagi pembelajaran secara rapi dan tertib, yang
tidak ada bagian-bagiannya yang berkontradiksi dan kesemuanya itu didasarkan
pada pendekatan terpilih. Metode dapat diartikan sebagai rencana keseluruhan
proses pembelajaran dari tahap penentuan tujuan pembelajaran, peran guru, peran
siswa, materi, hingga tahap evaluasi pembelajaran. Metode bersifat kompleks
dari hanya sekadar penyampaian materi
c) Teknik
Pembelajaran Bahasa
Teknik
mengacu pada pengertian implementasi kegiatan belajar mengajar. Teknik bersifat
implementasional, individual, dan situasional. Teknik mengacu pada cara guru
melaksanakan cara belajar mengajar, baik di dalam maupun di luar kelas. Guru
diharapkan mampu menggunakan beberapa teknik pembelajaran agar siswa mampu
mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Teknik yang digunakan dalam
pembelajaran bahasa Indonesia adalah: ceramah, tanya jawab, diskusi, curah
pendapat, penugasan, latihan, kerja mandiri, demonstrasi, simulasi, dan
lain-lain. Penggunaan teknik sangat bergantung pada kebutuhan guru sesuai
tujuan pembelajaran khusus yang hendak dicapai.
d) Model
Pembelajaran Bahasa
Model
mengajar suatu pola yang digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi
pembelajaran, dan memberikan petunjuk kepada pengajar di dalam kelas berkenaan
dengan proses belajar mengajar yang dilaksanakan. Dalam suatu model terdapat
empat komponen dasar model yakni: (1) orientation to the model (2) the
model of teaching (3) application (4) instructional anad
nurturant effect. Dapat disimpulkan bahwa model adalah wadah bagi
pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
e) Strategi
Pembelajaran Bahasa
Stategi pembelajaran dapat
diartikan sebagai taktik yang digunakan guru untuk dapat melaksnakan
pembelajaran secara tepat sasaran. Dengan kata lain, strategi pembelajaran
merupakan usaha yang dilakukan guru untuk menciptakan kondisi kondusif bagi
siswa belajar. Secara aplikatif strategi, pembelajaran dapat dibagi dalam dua
kelompok besar yakni strategi langsung dan strategi tidak langsung. Stategi
langsung adalah strategi yang secar langsung berorientasi pada penguasaan
materi pembelajaran. Strategi tidak langsung adalah strategi yang dapat dipilih
guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa walaupun jenis kegiatannya tidak
langsung menyentuh materi pembelajaran.
.
c. Bahasa
Jawa Krama
1) Bahasa
Jawa
Bahasa Jawa adalah satu bahasa
Austronesia yang dipakai oleh lebih dari seratus juta penutur. Bahasa ini
memiliki kesusastraan yang kaya sejak jaman kuno. Walaupun jumlah asli penduduk
jawa itu merupakan jumlah penutur terbanyak diantara bahasa-bahasa di
Indonesia, bahasa ini bukan bahasa resmi bagi bangsa Indonesia, karena Bahasa
Jawa hanyalah sebagian saja dari Bahasa Indonesia.
Dari sejarah dapat diketahui bahwa
laporan tertulis yang paling awal tentang Bahasa Jawa mengacu pada Abad 10. Ada
tiga tahapan perkembangan Jawa pada masa itu, yaitu: Bahasa Jawa Kuno, yang
berlangsung sampai akhir abad 15, yakni dalam kurun keruntuhan kerajaan
majapahit, Bahasa Zaman Pertengahan, yskni dalam kurun keruntuhan Kerajaan
Mataram, Bahasa Jawa Modern, yang dimulai dari Abad 18 sampai sekarang.
Ditinjau dari sosiolinguistik,
Bahasa Jawa memiliki stratifikasi. Stratifikasi tutur adalah satu system bertutur
yang mempunyai batas-batas jelas terhadap formalitas dan hal-hal yang
menyangkut rasa hormat. Makin tinggi derajat formalitas dan rasa hormat yang
ingin ditunjukkan dalam bertutur kata, makin tinggi juga kesopanan yang
ditunjukkan dalam bertuturkata itu.
Pada dasarnya, bahasa Jawa memiliki
tiga stratifikasi pokok. Pertama adalah ngoko yang dipakai oleh setiap
penutur bahasa Jawa, mualai dari anak-anak hingga orang tua, dari yang miskin
hingga yang kaya, dari orang biasa hingga bangsawan. Ngoko sendiri
terdiri dari ngoko lugu dan ngoko alus. Ngoko lugu biasanya
dipakai untuk membahasakan diri sendiri, berbicara dengan sahabat dekat yang
umur, status, pendidikannya sama atau lebih rendah. Ngoko alus pada
dasarnya adalah campuran antara ngoko dengan krama. Stratifikasi
ini biasanya dipakai diantara penutur-pendengar yang bersahabat dengan tingkat
pendidikan yang tinggi dan antara anak dengan orang tua.
Strata kedua adalah Krama Madya,
atau bisa dikenal dengan madya (stratifikasi tengah) saja. Madya ini
biasanya dipergunakan bertutur kata dengan orang yang tingat sosialnya rendah,
teteapi usianya lebih tua dari penuturnya. Madya sebenarnya adalah bentuk
penyimpangan dari karma.
Sratifikasi bahasa Jawa yang ketiga
adalah karma. (tingkatan tutur yang halus). Stratifikasi ini biasanya
dipergunakan untuk menunjukkan rasa hormat terhadap pendengar yang menurut
perasaan penutur memiliki tingkatan sosial yang lebih tinggi. Anak terhadap
orang tua pun banyak yang menggunakan stratifikasi ini.[15]
2) Bahasa
Daerah menurut UUD 1945
UUD
1945 sebagai Konstitusi Indonesia merupakan pesetujuan atau kesepakatan bersama
(general agreement) dari seluruh rakyat Indonesia yang memiliki
keragaman untuk hidup bersama sebagai satu bangsa dalam satu Negara. Dengan
sendirinya, keragaman tersebut tercermin dalam UUD 1945 yang mengakui keragaman
dalam satu ikatan kebangsaan.
Ketentuan
untuk menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai bagian dari budaya nasional yang semula ada
di penjelasan UUD 1945 diangkat menjadi pasal tersendiri. Hal itu sesuai dengan
arah perubahan UUD 1945, yaitu memindahkan hal-hal formatif yang ada dalam
penjelasan UUD ke dalam pasal-pasal.
Ketentuan
mengenai bahasa daerah tersebut, kemudian menjadi salah satu ayat dari Pasal 32
UUD 1945. Pasal 32 Ayat (1) menyatakan bahwa Negara memajukan Kebudayaan
Nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan
masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Ketentuan
tersebut kembali menegaskan perlindungan terhadap keberagaman budaya dengan
memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk memelihara. Bahkan mengembangkan
nilai-nilai budayanya.[16]
3) Kebijakan
Pemerintah Terhadap Pelestarian Bahasa Daerah
Kurikulum Satuan Pendidikan yang
diberlakukan mulai tahun pelajaran 2006/2007, memberikan kewenangan kepada
sekolah untuk membuat dan menetapkan kurikulum sekolah masing-masing seseuai
dengan kebutuhan dan berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003, PP Nomor 19 Tahun
2005, serta Permendiknas 22 dan 23 Tahun 2006. Dengan demikian, sekolah lebih
leluasa menyusun kurikulum dengan menyesuaikan kondisi, kebutuhan , kesiapan
masing-masing sekolah.
Dalam era otonomi dengan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sesuai dengan pasal 37 Ayat (1) UU Sisdiknas:
“Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat muata lokal.”[17]
K. Metode
Penelitian
1. Lokasi
Penelitian
Lokasi penilitian adalah di
Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Sekolah Dasar yang menjadi objek penilitian
adalah lebih dari satu. Dipilih berdasarkan beberapa aspek, meliputi:
akreditasi sekolah, letak sekolah, dan kultur budaya sekolah. Secara geografis
wilayah Kecamatan Pakis berbatasan langsung dengan Kota Madya Malang. Demikian
itu menjadikan kultur budaya dan karakteristik sekolah beragam.
2. Pendekatan
dan Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan
penelitian kuantitatif, yakni sebuah
penelitian yang menggunakan angka mulai
dari pengumpulan data, penafsiran data dan penampilan hasil penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel.
3. Variable
Penelitian
Menurut Y.W, Best yang disunting oleh
Sanpiah Faisal yang disebut variabel penelitian adalah kondisi-kondisi yang
oleh peneliti dimanipulasikan, dikontrol atau diobservasi dalam suatu
penelitian. Sedang Direktorat Pendidikan Tinggi DEPDIKBUD menjelaskan bahwa
yang dimaksud variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi obyek
pengamatan penelitian. Dari kedua pengertian tersebut dapatlah dijelaskan bahwa
variabel penelitian itu meliputi faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa
atau gejala yang akan diteliti.
Adapun
variabel dari penelitian ini adalah:[18]
a.
Variabel bebas ( Independent
Vaeriable )
Variabel
bebas (Independent
Vaeriable) atau biasa
disebut dengan Variabel (X) dalam penelitian ini adalah Kompetensi Pedagogik
Guru. Disebut demikian, karena kemunculannya atau keberadaannya tidak
dipengaruhi variabel lain.
b.
Variabel terikat (Dependent
Variable).
Variabel
terikat (Dependent
Variable) yang biasa
disebut dengan Variabel (Y) dalam penelitian ini adalah keterampilan berbahasa
Jawa Krama siswa. Disebut demikian, karena kemunculannya disebabkan atau
dipengaruhi variabel lain.
4. Populasi
dan Sampel
Data diambil dari beberapa Sekolah
Dasar yang ada di Wilayah Kecamatan Pakis. 25 % dari jumlah keseluruhan sekolah
dasar yang ada. Pengambilan sampel dipilih berdasarkan karakteristik sekolah
yang beragam. Dilihat dari letak geografis dan karaktersitik budaya di sekolah
tersebut.
5. Data
dan Sumber Data
Sumber
data diperoleh dari Guru Kelas V atau guru yang mengajar pelajaran Bahasa Jawa
dikelas V dan siswa di kelas V tersebut.
6. Instrument
Penelitian
Peneliti
menyusun instrument, diantaranya membuat beberapa pertanyaan untuk tertutup. Angket tertutup adalah membatasi
jawaban yang telah disediakan oleh penanya dengan menyesuaikan masalah yang
ada. Dimana angket itu akan ditujukan kepada siswa sedangkan metode wawancara
ditujukan untuk guru, untuk mengambil data tentang pribadinya yang masih
berhubungan dengan masalah yang diangkat peneliti.
Metode observasi
menggunakan instrument daftar cek (checklist) instrument ini digunakan untuk
mengetahui tentang perilaku adil oleh guru.
Metode
dokumentasi menggunakan instrument pedoman dokumentasi atau check list. Metode
ini digunakan untuk menggali informasi tentang dokumen tentang komunitas
belajar dan lain sebagainya. Metode
interview harus dilakukan dengan cara membuat pertanyaan tentang perilaku adil
oleh guru terhadap pembentukan sikap toleransi siswa disekolah.
7. Teknik
Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah observasi dan wawancara sebagai instrumen pengumpulan
data primer (utama) dan dokumentasi sebagai instrumen pengumpulan data skunder
(penunjang).
a. Angket
yaitu sejumlah pertanyaan
yang disusun secara
sistematis dengan mengunakan empat
alternatif jawaban, untuk angket
adalah caranya dengan membagikan kepada responden yang
bersangkutan dalam hal ini adalah Guru di Sekolah Dasar.
b. Wawancara, yaitu
mengadakan Tanya jawab
secara langsung berkenaan dengan penulis ini,
caranya dengan mendatangi
langsung responden untuk mendapatkan informasi dan data secara
langsung dari pihak sekolah, terutama disini
dengan siswa di Sekolah Dasar
yang ada di Kecamatan Pakis.
c.
Observasi, yaitu
pengamatan dan pencatatan dengan sistemik fenomena yang diselidiki, terutama
mengenai ketempilan berbahasa
siswa.
d.
Metode
dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
legger, agenda dan sebagainya. Metode ini digunakan untuk mencari beberapa
dokumen penting yang berkaitan dengan penulisan ini.
8. Uji
Validitas dan Reabilitas
Validitas suatu instrumen
mempermasalahkan apakah instrumen itu benar-benar mengukur apa yang hendak
diukur. Validitas adalah
suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen.
instrument yang valid memiliki validitas yang tinggi, instrument yang kurang
valid memliki validitas rendah. Sebuah instrumen bisa dinyatakan valid apabila
dapat mengukur apa yang akan diukur.[19]
Validitas empirik adalah validitas
yang diperoleh melalui analisis skor-skor hasil uji coba di lapangan. Ada dua
macam validitas empirik: validitas eksternal, yakni validitas yang kriteriumnya
ada di luar tes misalnya uji coba tes bahasa jawa karma di korelasikan dengan
nilai rapor. Rumus korelasinya dapat menggunakan rumus korelasi product moment
seperti berikut.
Rxy
= S
X1
SX)( SY)
Dengan
pengertian :
x = X – X
y = Y – Y
X = skor rata – rata X
Y = skor rata – rata Y
Kedua, yakni validitas eksternal, yakni validitas
yang kriterianya berasa dalam tes, dicapai bila terdapat kesesuaian antara
bagian-bagian instrumen secara keseluruhan. Bagian instrument dapat berupa
butir-butir pertanyaan dari angket atau butir-butir soal tes, dapat pula dari
butir-butir tersebut yang mencerminkan suatu faktor. Karena itu dikenal adanya validitas butir dan
validitas vaktor. Untuk menghasilkan tes yang memiliki validitas butir yang
tinggi diperlukan latihan yang serius terutama dalam menentukan indicator yang
akan dirumuskan dalam butir pertanyaan.
9. Anilisis
Data
Dalam penelitian ini digunakan dua
teknik analisa data. Hal ini dilakukan mengingat terdapat dua permasalahan yang
bersifat deskriptif dan ini dianalisis dengan teknik prosentase. Sedangkan satu
permasalahan yang bersifat kuantitatif akan dianalisis dengan teknik Product
Moment.
Adapun rumus yang dipergunakan adalah :
a.
Teknik analisa prosentase
Teknik analisa prosentase
ini peneliti gunakan untuk mengetahui data tentang pengaruh kompetensi
pedagodik guru bahasa jawa terhadap ketemapilan berbahasa Jawa krama siswa. Adapun
rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.
Keterangan:
P =
Angka prosentase
N =
Banyaknya individu
F =
Frekuensi yang sedang dicari prosentasenya
Setelah
menjadi prosentase lalu ditafsirkan dengan kalimat yang bersifat kualitatif,
yaitu baik (76% - 100%), cukup (56%-75%), kurang baik (40%-55%), tidak baik
(kurang dari 40%).[20]
b.
Teknik Analisa Product
Moment
Teknik
ini peneliti gunakan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara pengaruh
kompetensi pedagodik guru bahasa jawa terhadap ketemapilan berbahasa Jawa krama
siswa. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.[21]
rxy =
Keterangan
xry : Angka indeks korelasi “r” product moment
X :
Pengaruh Kompetensi Pedagogik
Y : Keterampilan
Berbahasa Jawa
Sxy : Jumlah hasil perkalian antara
x dan y
Sx :
Jumlah seluruh skor x
Sy :
Jumlah seluruh skor y
N :
Number of cases
Untuk mengukur kuatnya hubungan antara variabel
bebas dan variabel terikat dapat diketahui dengan menggunakan pedoman
interpretasi, sebagaimana tabel berikut:
Interpretasi Secara Sederhana Terhadap Angka Indeks Korelasi r
Besarnya Nilai r
|
Interpretasi
|
0,00 – 0,20
|
Antara variabel X dan
variabel Y memang terdapat korelasi, akan tetapi korelasi itu sangat lemah atau sangat rendah sehingga korelasi itu
diabaikan (dianggap tidak ada korelasi
antara variabel X dan variabel Y)
|
0,20 – 0,40
|
Antara variabel X dan
variabel Y memang terdapat korelasi lemah atau rendah.
|
0,40 – 0,70
|
Antara variabel X dan
variabel Y memang terdapat korelasi yang sedang atau cukupan.
|
0,70 – 0,90
|
Antara variabel X dan
variabel Y memang terdapat korelasi yang kuat dan tinggi.
|
0,90 – 1,00
|
Antara variabel X dan
variabel Y memang terdapat korelasi yang sangat kuat atau sangat tinggi[22]
|
10. Prosedur
Penelitian
Setelah penulis mengenali
variabel-variabel penelitian berdasarkan masalah diatas, maka variabel yang pertama
adalah “Kompetensi Pedagogik Guru” yang diberi notasi huruf (X), sebagai
variabel bebas. Sedangkan variabel kedua adalah “Keterampilan Berbahsa Jawa
Krama Siswa” yang diposisikan sebagai variabel terikat atau dependen variabel
yang konvensionalnya diberi notasi huruf (Y)[23].
Berdasarkan rumusan masalah yang
sudah ditetapkan, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kuantitatif. Alasannya adalah dalam melaksanakan tindakan kepada
objek penelitian, maka diutamakan penjelasan secara mendetail tentang Perilaku
Adil Oleh guru untuk mengetahui pembentukan Sikap Toleransi Siswa. Rancangan
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, adalah:
a. Merumuskan
masalah penelitian dan menentukan tujuan survei. Peneliti menentukan sebuah
judul yang sesuai dengan masalah yang hendak dibahas yakni “Kompetensi
Pedagogik Guru Kelas V dalam Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Jawa Krama
Siswa di Kecamatan Pakis”.
b. Kemudian
peneliti melakukan survei atau mengunjungi lokasi penelitian dengan tujuan
untuk mengetahui lokasi dan melakukan pendekatan.
c. Menentukan
konsep dan menggali kepustakaan tentang perilaku adil oleh guru.
d. Pengambilan
sampel yaitu, seluruh jumlah siswa kelas V dari 40 % jumlah sekolah dasar yang
ada di Kecamatan Pakis, dan dipilih secara random.
e. Melakukan
observasi seputar kegiatan pembelajaran di Sekolah Dasar yang dipilih.
f. Pembuatan
kuisioner.
g. Pekerjaan
lapangan (wawancara dan dokumentasi).
h. Pengolahan
data.
i.
Analisis data
yaitu kegiatan yang membutuhkan ketelitian peneliti dalam menentukan teknik
menganalisis data agar sesuai dengan jenis data.
j.
Pelaporan
merupakan hasil dari ringkasan dari penelitian dan rekomendasi yang diberikan
oleh penulis.
11. Pustaka
Sementara
Musfah, Jejen. 2011. Peningkatan
Profesi Guru. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Mulyana.
2008. Bahasa dan Sastra Daerah Dalam Kerangka Budaya. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Wahab,
Abdul. 2008. Isu Sosiolinguistik Pengajaran Bahasa dan Sastra. Surubaya:
Airlangga University Press.
Abidin,
Yunus. 2012. Pembelajaran
Bahasa Berdasarkan Pendidikan Karakter. Bandung:
Rifeka Aditama.
Narbuko, Kholid. 2005. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi
Aksara.
Ismawati, Esti. 2012. Metode
Penelitian Bahasa dan Sastra.
Yogyakarta: Penerbit Ombak
Suardi, Edi. 1979. Pedagogik..
Bandung: Angkasa.
Sagala, Syaiful. Kemampuan Professional Guru Dan Tenaga
Kependidikan. 2009. Bandung:
Alfabeta.
Redaksi Sinar Grafika, Undang-undang no 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen. Jakarta: Sinar Grafika.
Hamzah.
2007. Profesi Kependidikan, Problema, Solusi dan Reformasi Pendidikan . Jakarta: Bumi Aksara.
[1]
Mulyana, Bahasa dan Sastra Daerah dalam Kerangka Budaya, (Yogyakarta:
Penerbit Tiara Wicana, 2008) hlm. 62.
[2]
Ibid Hlm. 63
[3] Mulyana, Bahasa dan Sastra Daerah dalam
Kerangka Budaya, (Yogyakarta: Penerbit Tiara Wicana, 2008) hlm. 68.
[4] Harian Kompas,
3 September 2005 hlm.2
[5] Abin Syamsudin
Makmun, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005) hlm. 256.
[6] Redaksi Sinar
Grafika, Undang-undang no 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, (Jakarta: Sinar
Grafika), hlm. 2.
Nana
Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2004 hlm. 192.
[10] Dr. H. Syaiful
Sagala. Kemampuan Professional Guru Dan Tenaga Kependidikan. (Bandung: Alfabeta, 2009) hlm.29
[14]
Ibid, hlm 21
[15]
Abdul Wahab, Isu
Linguistik Pengajaran Bahasa dan sastra (Surabaya: Airlangga University
Press, 2008) hlm. 57
[16] Mulyana, Bahasa
dan Sastra Daerah Menurut Kerangka Budaya (Yogyakarta: Tiara Waacana, 2008)
hlm. 10
[17]
Ibid, hlm. 18
[19] Esti Estimati,
Metode Penelitian Bahasa dan Sastra (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2011) hlm. 82
[23] Suharsimi
Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineke
Cipta, 2006), hlm. 119
Komentar
Posting Komentar