KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA TERHADAP PENULISAN SOAL CERITA MATEMATIKA KELAS IV DI MI ISLAMIYAH KECAMATAN PAKIS

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA TERHADAP PENULISAN SOAL CERITA MATEMATIKA KELAS IV DI MI ISLAMIYAH KECAMATAN PAKIS

PROPOSAL SKRIPSI


Description: E:\UIN WARNA Fakultas Tarbiyah.jpg

Disusun Oleh :


Adib Azhar Irkhami                15140100





JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG

2017





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah

 Bahasa adalah identitas dari suatu negara ataupun wilayah yang digunakan sebagai alat komunikasi utama. Setiap orang membutuhkan bahasa ketika berinteraksi, mengungkapkan ide dan pendapat serta hubungan sosial lainnya. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang kita pakai sehari-hari dan juga bahasa resmi negara kita. Dalam penggunaannya, bahasa Indonesia mempunyai beberapa aturan yang harus ditaati agar kita bisa menggunakannya dengan baik dan benar. Bahasa Indonesia dikukuhkan sebagai Bahasa Negara pada tanggal 18 Agustus 1945 pada Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36. Fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara: 1. Bahasa resmi Negara, 2. Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, 3. Alat penghubung tingkat nasional, dan 4. Alat pengembanganan ilmu pengetahuan dan teknologi.[1]
Menurut Gorys Keraf, bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Simbol bunyi (lambang komunikasi) diciptakan manusia untuk mengatasi persoalan hidup mereka. Lambang tersebut terus berkembang sesuai dengan perkembangan intelektual dan cipta karya manusia. Makna setiap lambang tergantung pada konvensi (kesepakatan) masyarakat pengguna bahasa tersebut. Maka sering terdapat perbedaan makna lambang di antara masyarakat yang berbeda.[2] Fungsi Bahasa Menurut Gorys Keraf, secara umum bahasa memiliki empat fungsi, yaitu: 1. Bahasa sebagai alat ekspresi diri, yaitu untuk mengungkapkan apa yang tersirat dalam hati, misalnya untuk menunjukkan keberadaan kita di tengah orang lain. 2. Bahasa sebagai alat komunikasi, untuk menyampaikan semua yang kita rasakan, pikirkan, dan ketahui kepada orang lain. 3. Bahasa sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial, yaitu melalui bahasa kita mengenal semua adat istiadat, tingkah laku, dan tatakrama masyarakat serta mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut. 4. Bahasa sebagai alat kontrol sosial, yaitu melalui bahasa seseorang mempengaruhi pandangan, sikap, maupun tingkah laku orang lain agar sesuai dengan harapannya.[3]
Bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa yang diajarkan dalam jenjang pendidikan dasar memiliki kedudukan penting dalam menunjang pemahaman siswa untuk memahami mata pelajaran yang lain. Seperti halnya dalam matematika yang menggunakan soal cerita, siswa harus mampu menyelesaikan soal tersebut dengan memahami bahasa yang ada di dalamnya, dalam hal ini adalah bahasa Indonesia.
Keefektifan bahasa Indonesia terhadap pemahaman isi soal cerita matematika merupakan faktor yang sangat penting untuk dipahami bagi setiap pendidik. Karena sudah menjadi pengetahuan umum bahwa masalah yang dihadapi setiap individu semakin sulit. Berangkat dari satu keyakinan, kemampuan daya nalar yang baik akan sangat berguna dalam memecahkan permasalahan di kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, mengembangkan daya nalar siswa menjadi suatu kebutuhan dan bagian dari tujuan pendidikan yang harus di capai. Pengajaran yang berbasis pada pemecahan masalah akan mampu menghasilkan peserta didik yang mampu menghadapi tantangan masa depan.[4]

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan, secara umum masalah dalam penelitian ini di antaranya :
1.      Bagaimana penerapan keefektifan bahasa Indonesia pada soal cerita matematika?
2.      Bagaimana kualitas pembelajaran matematika Kelas IV MI Islamiyah Pakis?
3.     Bagaimana pengaruh keefektifan bahasa Indonesia terhadap pemahaman isi soal cerita matematika kelas IV MI Islamiyah Pakis ?

C.     Tujuan
1.      Untuk mendeskripsikan keefektifan bahasa Indonesia terhadap pemahaman isi  soal cerita matematika kelas IV di MI Islamiyah Kecamatan Pakis.
2.      Untuk mendeskripsikan penerapan keefektifan bahasa Indonesia terhadap pemahaman isi soal cerita matematika Kelas IV MI Islamiyah Kecamatan Pakis.
3.      Untuk mendeskripsikan pengaruh keefektifan bahasa Indonesia terhadap pemahaman isi soal cerita matematika kelas IV di MI Islamiyah Kcamatan Pakis

D.    Manfaat
1.      Manfaat Teoritis
Sebagai bahan referensi dan kajian dalam ilmu pengetahuan di bidang pendidikan. Terutama dalam bidang pelajaran bahasa Indonesia dan matematika.
2.      Manfaat Praktis
a)      Guru MI Islamiyah
Dapat memberikan informasi mengenai efektivitas pembelajaran bahasa Indonesia terhadap penulisan soal cerita di MI Ialamiyah Pakis Malang.
b)      Siswa MI Islamiyah
Memberikan sumbangan bagi siswa dalam meningkatkan kualitas belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas.
c)      Peneliti Lain
Dapat mengetahui efektivitas pembelajaran bahasa Indonesia terhadap penulisan soal cerita di MI Ialamiyah Pakis Malang.

E.     Hipotesis penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang keberadaannya masih lemah. Sehingga harus diuji secara empiris. Ada dua hipotesis yang digunakan dalam penelitian.
1.      Hipotesis kerja atau disebut hipotesis alternatif, disingkat dengan Ha. Hipotesis kerja menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan Y atau adanya perbedaan antar dua kelompok.
Rumusan hipotesis kerja :
“ adanya pengaruh keefektifan bahasa Indonesia terhadap pemahaman isi soal cerita matematika”
2.      Hipotesis nol disingkat Ho. Hipotesis ini menyatakan tidak adanya perubahan antara dua variabel atau tidak ada pengaruh variabel X terhadap variabel Y.
“ tidak ada pengaruh keefektifan bahasa Indonesia terhadap penulisan soal cerita matematika”

F.      Originalitas penelitian

No
 JUDUL
NAMA
JENIS
TAHUN
1
Pengaruh Pembelajaran Bahasa Indonesia Tehadap Pemanfaatan Perpustakaan Siswa Kelas XII SMKN 1 Klaten
Sri Rahayu
Skripsi
2013
2
Pengaruh Bahasa Gaul Terhadap Bahasa Indonesia
Nina Nurhasanah
Jurnal
2014
3
Pengaruh Bahasa Pertama Terhadap Kemampuan Bahasa Indonesia Lisan Dan tulisan
Rina Marnita
jurnal
2014
4
Pengaruh Bahasa Ibu Terhadap Kemampuan Kosakata Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V di SD Islam Al-Azhar Semarang.
Toro Wahyu





Thesis


2012
5
Pengaruh Minat Belajar Pada Pelajaran Bahasa Indonesia Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X SMAN Tanjung Pinang.
Suryani
Jurnal
2013




[1] Kuntarto Niknik M, Cermat Dalam Berbahasa Teliti Dalam Berfikir, (Jakarta: Mitra Wacana Media. Jakarta, 2007) hlm.2
[2] Furqananul Azies, Pengajaran Bahasa Komunikatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1996) hlm. 23
[3] Ibid..
[4] Farikhin, Mari Berpikir Matematis (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hlm. 11

 BAB II
KAJIAN TEORI

A.    Keefektifan Bahasa

Efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu kata ”effective” yang dapat diartikan mempunyai efek (akibat, pengaruh, kesan) atau dapat pula diartikan membawa hasil, berhasil guna. Selain itu efektif tidak hanya diorientasikan pada hasil tetapi juga proses yang ada dalam mencapai tujuan. Sehingga dapat disimpulkan pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang berorientasi pada program pembelajaran berkenaan dengan usaha mempengaruhi, memberi efek, yang dapat membawa hasil sesuai dengan tujuan maupun proses yang ada di dalam pembelajaran itu sendiri.[1]
Efektivitas merupakan daya pesan untuk mempengaruhi atau tingkat kemampuan pesan-pesan untuk mempengaruhi (Susanto, 1975). Menurut pengertian Susanto diatas, efektivitas bisa diartikan sebagai suatu pengukuran akan tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya secara matang. Keefektifan berfokus pada outcome (hasil), program, atau kegiatan yang dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan atau dikatakan Spending Wisely.[2] Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka efektivitas adalahmenggambarkan seluruh siklus input, proses dan output yang mengacu pada hasil guna daripada suatu organisasi, program atau kegiatan yang menyatakan sejauhmana tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah dicapai, serta ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya dan mencapai target-targetnya. Dalam bahasa inggris ialah effective yang berarti berhasil, tepat atau manjur. Dapat dijelaskan kembali bahwa efektivitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukkan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang di capai.
Pada dasarnya dalam memaknai keefektifan setiap orang dapat memberikan pengertian yang berbeda sesuai sudut pandang dan kepentingan masing-masing. Dapat disimpulkan keefektifan selalu merujuk pada efek, hasil guna dan dipandang dari sudut pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya dan menimbulkan dampak bagi organisasi. Efektivitas juga diartikan  sebagai ukuran yang menggambarkan seberapa jauh tujuan telah tercapai dengan memberikan hasil yang memuaskan tanpa mengabaikan mutu. Pembelajaran efektif mencakup 4 dimensi antara lain:[3]
            1. Konteks
Merupakan situasi atau latar belakang yang mempengaruhi tujuan dan strategi yang dikembangkan.misalnya berupa kebijakan departemen, sasaraan yang ingin dicapai oleh unit kerja dan sebagainya.
2. Masukan (input)
Mencakup bahan, peralatan dan fasilitas yang disiapkan untuk keperluan program. Misalnya dokumen, kurikulum, staf pengajar, media pembelajaran dan sebagainya.
3. Proses
Merupakan pelaksanaan yang nyata dari program pendidikan di kelas ataupun lapangan.
4. Hasil
Merupakan hasil keseluruhan yang dicapai oleh program. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kompetensi siswa.

Berdasarkan penjelasan diatas, keefektifan dalam penelitian ini harus memenuhi tiga syarat antara lain: (a) prestasi belajar pada kelas eksperimen harus mencapai ketuntasan baik secara individu maupun secara klasikal, (b) rata-rata prestasi belajar pada kelas eksperimen lebih baik daripada rata-rata prestasi belajar kelas kontrol, dan (c) Terdapat pengaruh antara variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat.


B.     TEORI BELAJAR BAHASA
1.1
1.      Behaviorisme
Behaviorisme yang sebenarnya merupakan teoti psikologi, selama beberapa waktu diadopsi oleh para metodolog pengajaran bahasa, terutama di Amerika, yang hasilnya adalah pendekatan metode audiolingual. Metode ini ditandai dengan pemberian pelatihan terus-menerus kepada siswa yamg diikiuti dengan pemantapan, baik positif maupun negative, sebagai fokus pokok aktivitas kelas.[4]
            Dalam pelaksanaan di kelas, metode yang juga di pengaruhi structuralism ini, menurut Moulton (1963), memiliki lima karakteristik kunci yang perlu di pertimbangkan jika hendak merancang program bahasa.
a.       Bahasa itu ujaran, bukan tulisan.
b.      Bahasa itu seperangkat kebiasaan.
c.       Ajarkanlah bahasa, bukan tentang bahasa.
d.      Bahasa adalah, sebagaimana dikatakan oleh penutur asli, bukan seperti yang dipikirkan orang bagaimana mereka seharusnya berbicara.
e.       Bahasa itu berbeda-beda.
Tugas guru adalah memberikan memberikan penghargaan kepada siswa yang ujarannya paling mendekati model yang diberikan oleh guru atau tape recorder. Pengajaran yang tampak mungkin akan sebagai berikut:
a.       Menyajikan butir bahsa yang harus dipelajari, dengan memberikan demontrasi yang jelas untuk maknanya, melalui sarana nonverbal.
b.      Memberikan model pola-pola bahasa target dan sejumlah contoh.
c.       Melibatkan seluruh kelas dalam memorisasi-memikiri dengan mengikuti model guru.
d.      Pelatihan bentuk substitusi progresif dilakukan siswa seluruh kelas, diikuti dengan siswa kelas yang dibagi dua, kemudian perseorangan.
e.       Melakukan pengulangan empat langkah pertama menggunakan versi interogratif struktur bahasa sasaran.
f.       Melakukan pengulangan empat langkah pertama menggunakan versi negatif bahasa sasaran.
g.      Memeriksa atau mencermati pengalihan bahasa dengan menggunakan pentujukkan (cues) yang tidak dicontohkan dalam latihan, kemudian mencermatinya secara klasikal dan individual.
2.      Kognitivisme
Kognitivisme biasanya disebut mentalisme yang dipelopori linguis Noam Chomsky. Pembelajaran bahasa menurut Chomsky tidak pernah menggunakan metodologi. Akan tetapi, gagasannya yang menyatakan bahwa bahasa bukanlah seperangkat kebiasaan-yang penting adalah pembelajar menginternalisasikan aturan sehingga akan memungkinkan tejadinya performansi kreatif-telah banyak memberi gagasan bagi berbagai teknik metode pengajaran. Secara singkat, pandangan ini dapat disimpulkan: tunjukan pada mereka aturan atau struktur yang mendasari dan kemudian biarkan mereka melakukannya sendiri. Menciptakan sendiri kalimat-kalimat baru adalah tujuan pengajaran bahasa.[5]
3.      Pemerolehan dan Pembelajaran
Krashen membuat perbedaan antara pemerolehan bahsa yang dilakukan secara tidak sadar dan yang dilakukan secara sadar. Pemerolehan bahasa yang dilakukan secara tidak sadar, seperti halnya yang terjadi pada pemerolehan bahasa pertama pada anak kecil (acquison). Pemerolehan bahasa yang dilakukan secara sadar, seperti halnya yang dilakukan orang dewasa mempelajari bahasa kedua pada latar formal (learning).[6]
4.      Tugas Pokok Pembelajaran
Pada tahun 1970-an seorang linguis inggris, Allwright, melakukan uji coba yang menentang nosi tradisional tentang pengjaran bahasa.
              …bila aktivitas manajemen ‘guru bahasa’ diarahkan secara eksklusif terhadap pelibatan pembelajar dalam memecahkan masalah komunikasi dalam bahasa sasaran, maka pembelajaran bahasa akan datang dengan sendirinya… (1977:5)
            Dengan kata lain, tidak perlu ada pengajaran formal, seperti pengjaran butir-butir gramatikal. Alih-alih siswa hanya perlu diminta melakukan aktivitas komunikatif yang mengharuskan siwa menggunakan bahasa sasaran. Semakin sering dia melakukan aktivitas tersebut, semakin baik dia menggunakan bahasa yang bersangkutan.[7]
5.      Pendekatan Humanistik
Pendekatan humanistik, menganggap siswa sebagai a whole person. Orang sebagai satu kesatuan. Dengan kata lain pembelajaran bahasa tidak hanya mengajarkan bahasa, tetapi juga mengajarkan membantu siswa mengembangkan diri sebagai manusia.
      Keyakinan tersebut telah mengantarkan munculnya sejumlah teknik dan metodologi pengajaran yang menekankan aspek “humanistik” pengajaran. Dalam metodologi ini, pengalaman siswa terpenting dan perkembangan kepribadian mereka serta penumbuhan rasa positif dianggap penting dalam pembelajaran bahasa mereka. Yang termasuk pembelajaran ini adalah community language learning, yaitu para siswa duduk melingkari seorang knower yang akan membantu mereka dengan bahasa yang ingin mereka ucapkan. Setelah menentukan kalimat apa yang ingin di ucapkan, mereka mengucapkannya dengan bahasanya, kemudian diterjemahkan oleh knower. Dengan demikian, siswa mengetahui bagaiman mengemukakan maksud mereka dalam bahasa sasaran.
      Kemudian Lazanov, mengembangkan metode suggestopedia. Metode ini memanfaatkan diaolog, situasi, dan penerjemahan untuk menyajikan dan melatih bahasa, dengan menggunakan music, image visual, dan latihan relaksasi untuk membuat proses pembelajaran lebih menyenagkan dan efektif.
      Asher memaparkan tiga prinsip utama keyakinan tentang hakikat pemerolehan bahasa pertama.
a.       Kita harus menekankan pemahaman daripada produksi pada tahap-tahap awal pengajaran bahasa kedua (sepuluh atau dua belas jam pertama harus dicurahkan sepenuhnya kepada masukan), tanpa meminta pembelajar untuk berlatih sendiri struktur bahasa sasaran
b.      Kita harus mematuhi prinsip “di sini dan sekarang”.
c.       Kita harus memberikan masukan kepada pembelajar dengan meminta mereka melaksanakan perintah. Perintah-perintah ini harus disampaikan dalam bentuk imperative

1.2  Kajian Teori Belajar Bahasa Komunikatif
Hingga sekarang, jumlah yang berkaitan dengan kajian yang berkaitan dengan dimensi komunikatif bahas dalam literature PBK jauh lebih banyak jika dibadingkan dengan yang telah di tulis yang berupa teori belajarnya. Bagaimanapun, beberapa unsur teori belajar yang mendasari PBK bisa ditemukan di beberapa kegiatan pembelajaran bahasa komunikatif. Unsur-unsur semacam itu antara lain: 1.) prinsip komunikasi, aktivitas yang melibatkan komunikasi nyata mendorong pembelajaram. 2.) prinsip tugas, aktivitas tempat bahasa digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas bermakna mendorong pembelajaran. 3.) prinsip kebermaknaan, bahasa yang bermakna mendorong proses pembelajaran.[8]
            Aktivitas-aktivitas belajar diseleksi, sejauh mana mereka mampu melibatkan pembelajar menggunakan bahasa yang bermakna dan otentik (bukannya sekadar pola-pola pelatihan penggunaan bahasa yang mekanistis). Prinsip ini diyakini, dapat disarikan dari kegiatan-kegiatan PBK (Littewood 1981; Johnson 1982). Mereka menyebutnya sebagai kondisi-kondisi yang dibutuhkan untuk mendorong pembelajaran bahasa kedua, bukan proses pemerolehan bahasa.
            Penjabaran PBK yang lebih mutakhir bagaimanapun, telah berupaya memaparkan teori-teori proses pembelajaran bahasa yang sesuai dengan pendekatan yang komunikatif. Savignon (1983) mendata riset tentang pemerolehan bahsa kedua sebagai sumber bagi teori-teori belajar dan mempertimbangkan peran variable linguistis, sosial, kognitif, dan individual dalam pemerolehan bahasa. Teoris lain (seperti Stephen Krashen, secara tidak langsung dihubungkan dengan PBK) telah mengembangkan teori-teori yang telah disitir karena cocok deengan prinsip-prinsip PBK.
            Johnson (1984) dan Littlewood (1984) mempertimbangkan teori pembelajaran alternatif  yang dianggap sesuai dengan CLT—model belajar keterampilan belajar. Menurut teori ini, pemerolehan kompentensi komunikatif dalam suatu bahasa merupakan contoh perkembangan keterampilan. Ini melibatkan aspek kognitif maupun behavorial.
             Aspek kognitif melibatkan internalisasi rencana untuk menciptakan perilaku yang sesuai. Untuk kegunaan bahasa, rencana-rencana ini utamanya berasal dari sistem bahasa mereka termasuk kaidah-kaidah gramatikal, prosedur pemilihan kosakata, dan konvensi-konvensi yang mengatur ujaran. Aspek behavorial melibatkan otomasi rencana-rencana ini sehingga mereka bisa dipindahkan ke dalam performansi yang fasih pada kesempatan-kesempatan yang sesungguhnya. Ini terjadi utamanya melalui latihan dalam memindahkan rencana-rencana kedalam performansi. (Littlewood 1984:74).
Dengan demikian, teori ini mendorong penekanan pada latihan sebagai suatu cara mengembangkan keterampilan komunikatif.  
            Pandangan lain yang mencoba menjelaskan factor-faktor yang terlibat dalam mengetahui sebuah bahasa mencakup kompentensi gramatikal, kompetensi komunikatif, dan kemahiran berbahasa (1985: 144). Menurut pandangan ini tiga factor yang terlibat tersebut merupakan unsur pembentuk yang disebut kemampuan berbahasa.
1.      Kompetensi Gramatikal
Kompetensi gramatikal adalah pengetahuan yang mendasari kemampuan kita menghasilkan dan memahami kalimat-kalimat dalam suatu bahasa. Kita menngunakan kompetensi granatikal kita untuk mengekspresikan makna dengan cara seperti penutur asli pada bahasa sasaran. Kadang-kadang kita tidak menerapkan kompetensi gramatikal kita karena kelelahan, kurangnya perhatian, dan aspek “performansi” lain.[9]
2.      Kompetensi komunuikatif
Dalam kaitannya dengan kompetensi komunikatif, Savignon (1972) menjabarkan garis besar karakteristik sebagai berikut:
a.       Kompetensi komunikatif merupakan konsep yang agak dinamis ketimbang statis dan bergantung pada negoisasi makna antara dua orang atau lebih memiliki beberapa pengetahuan yang sama.
b.      Kompetensi komunikatif tidak boleh dipandang hanya sebagai fenomena lisan. Ia juga berlku bagi bahasa tulis dan lisan.
c.       Kompentensi komunikatif bersifat context-specific. Artinya, komunukasi selalu berlangsung dalam situasi atau konteks tertentu. Penggunaan bahasa yang secara komunikatif kompeten akan tahu bagaimana membuat pilihan-pilihan yang tepat dalam register dan gaya sesuai dengan situasi tempat komunikasi terjadi.
d.      Kompetensi komunikatif bersifat relatif dan bergantung kepada semua yang terlibat.

1.3  Prinsip Belajar Bahasa  Komunikatif
Pertanyaan berikutnya ihwal pemerolehan kemampuan menggunakan bahasa adalah dalam kondisi atau situasi pembelajaran seperti apa seorang pembelajar akan belajar dengan baik? Pertanyaan seperti itu ditafsirkan oleh Angela Scarino (1994: 3-6) dalam bentuk prinsip-prinsip yang, walaupun tidak dinyatakan secara implisit, bercorak komunikatif. Mereka pertama-tama berargumen bahwa tujuan utama semua pembelajaran bahasa adalah membantu pembelajar mampu menggunaka bahasa target. Tujuan ini bisa dicapai melalui berbagai jalan, dan dengan tujuan tersebut, seorang harus mengetahui prinsip-prinsip belajar bahasa yang kemudian harus diwujudkan ke dalam kegiatan pengajaran mereka; menjadikan aspek-aspek tersebut sebagai petunjuk pengajarannya. Prinsip-prinsip belajar bahsa beserta implikasi metodologisnya dapat disarikan sebagai berikut:
·         Prinsip 1
Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik bila ia diperlakukan sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan minat.
·         Prinsip 2
Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik bila ia diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam penggunan bahasa sasaran secara komunikatif dalam berbagai macam aktivitas.
·         Prinsip 3
Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik jika ia dipanjangkan (exposed) ke dalam data komunikatif yang bisa dipahami dan relevan dengan kebutuhan dan minatnya.
·         Prinsip 4
Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabiula ia memfokuskan pembelajarannya kepada bentuk, keterampilan, dan strategi untuk mendukung proses pemeroleh bahasa.[10]


2.   Strategi Belajar Bahasa
Strategi belajar dan tipe belajar merupakan kawasan yang kini banyak menarik minat para pengkaji pembelajaran bahasa kedua. Nunanmenafsirkan strategi pembelajaran sebagai:
…proses mental yang digunakan pembelajar untuk mempelajari bahasa sasaran, (Nunan 1991: 168)
Dengan demikian, strategi pembelajaran sifatnya sangat pribadi. Ia berbeda dari satu individu ke individu lainnya, karena merupakan proses mental yang tidak tampak. Ia hanya bisa diidentifikasi manifestasi perilakunya.
Ellis (1985) menganggap bahwa proses mental yang berlangsung pada diri pembelajar sebenarnya merupakan pengetahuan procedural. Ia kemudian memberikan tipologi pengetahuan procedural dalam bagan berikut.

PENGETAHUAN PROSEDURAL
 

                        Proses/stategi sosial                                                     proses/strategi kognitif
 (sarana untuk menghadapi interaksi)
                                                      
                     Untuk mempelajari L2                                                            Untuk menggunakan L2

                                         Proses dan strategi produksi/ resepsi
                                         (sarana untuk menggunakan
                                         sumber-sumber secara otomatis)

strategi komunikatif (sarana untuk mengompensasikan
 sumber-sumber yang tidak memadai)
L1: Bahasa pertama
 L2: Bahasa kedua

           Dalam melakukan tugas-tugas pembelajaran bahasa, seperti penyelesaian masalah kesenjangan informasi, anak biasanya kurang begitu tertarik. Mereka agaknya memliki strategi kognitif dan sosial terseendiri. Strategi yang diungkap melalui rekaman linguistis dan interaksional mereka dirangkum dalam table 1. Hasil rekaman ini sebagia besar diambil dari anak-anak yang menunjukkan kemudahan dan keberhasilan dalam mempelajari bahasa kedua.

C.     Kajian Tentang Matematika
a.       Teori Belajar Matematika
Teori belajar matematika menurut J.S.Bruner tidak jauh berbeda dengan teori J.Piaget. menurut teori J.S.Bruner langkah yang paling baik belajar matematika adalah dengan melakukan penyusunan presentasinya, karena langkah permulaan belajar konsep, pengertian akan lebih melekat bila kegiatan – kegiatan yang menunjukkan representasi (mode) konsep dilakukan oleh siswa sendiri dan antara pelajaran yang lalu dengan yang dipelajari harus ada kaitannya.[11]
JS. Bruner dalam belajar matematika menekankan pendekatan dengan bentuk spiral. Pendekatan spiral dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep dan dimulai dengan benda kongkrit secara intuitif. Kemudian pada tahap – tahap yang lebih tinggi (sesuai kemampuan siswa) konsep ini diajarkan dalam bentuk yang abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam matematika. Penggunaan konsep bruner dimulai dari cara intuitif ke analisis dari eksplorasi ke penguasaan.
Bila diperhatikan dari teori ini, bruner seakan-akan tidak percaya akan kesiapan anak didik untuk belajar matematika. Oleh karena itu Bruner berusaha agar kesiapan anak didik belajar dirangsang oleh penyediaan materi (konsep) yang berbeda.
Bruner mengatakan bahwa tiap-tiap pelajaran dapat diajarkan secara baik dalam bentuk yang ilmiah pada tiap anak didik dan setiap tingkatan pertumbuhannya. Dengan teori dan konsep belajar Bruner bahwa kemampuan belajar anak didik sekolah dasar dengan matematika “tidak” ada perbedaan selama memenuhi syaratnya. [12]
Sedangkan menurut Dines dalam pembelajaran matematika menekankan pengertian, dengan demikian anak diharapkan akan lebih mudah mempelajarinya dan lebih menarik. Menurut pengamatan dan pengalaman dines bahwa terdapat anak – anak yang menyenangi matematika hanya pada permulaan, mereka berkenalan dengan matematika yang sederhana, semakin tinggi sekolahnya semakin “sukar” matematika yang dipelajari makin kurang minatnya belajar matematika sehingga dianggap matematika itu sebagai ilmu yang sukar, rumit, dan banyak memperdayakan.[13]
b.      Pengertian matematika
Anwar menyatakan bahwa belajar matematika pada hakekatnya adalah dengan ide – ide, struktur, yang diatur menurut aturan yang logis. Matematika berkenaan dengan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol tertentu dan tersusun secara hierarkis serta penalarannya deduktif. Karena matematika merupakan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol, maka konsep matematika harus dipahami terlebih dahulu sebelum memanipulasi smbol-simbol itu. Proses belajar matematika akan lancar apabila belajar itu sendiri dilakukan secara kontinue.
Matematika sebagai salah satu pengetahuan yang tersusun menurut struktur, disajikan kepada siswa dengan cara yang dapat membawa ke belajar bermakna ausebel. Belajar yang bermakna menurut ausebel adalah mengutamakan konsep-konsep yang pada hakikatnya dapat diaplikasikan dalam situasi yang lain. Belajar bermakna ini bertentangan dengan belajar dengan menghafal, yaitu cara belajar yang hanya sekedar mengingat tanpa suatu pemahaman. Sehingga cara belajar seperti ini kurang cocok jika diterapkan dalam matematika. Matematika sekolah tersebut terdiri atas bagian – bagian matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan – kemampuan dan membentuk pribadi siswa serta berpadu kepada perkembangan IPTEK.
Di bawah ini disajikan beberapa definisi lain tentang matematika :
·         Matematika adalah  cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara tematik.
·         Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
·         Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logic dan berhubungan dengan bilangan.
·         Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.
·         Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logic.
·         Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.[14]
c.       Karakteristik pembelajaran matematika
Dari definisi matematika diatas dapat terlihat adanya ciri-ciri khusus atau karakteristik yang dapat merangkum pengertian matematika secara umum. Beberapa karakteristik itu adalah :
·         Memiliki objek kajian abstrak
Dalam matematika objek dasar yang dipelajari adalah abstrak, sering juga disebut objek mental. Objek-objek itu merupakan objek pikiran. Objek dasar itu meliputi (1) fakta, (2) konsep, (3) operasi ataupun relasi, dan (4) prinsip. Dari objek dasar itulah dapat disusun suatu pola dan struktur matematika.
·         Bertumpu pada kesepakatan
Dalam matematika kesepakatan merupakan tumpuan yang amat penting. kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma dan konsep primitive. Aksioma diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam pembuktian. Sedangkan konsep primitif diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam pendefisian.
·         Berpola pikir deduktif
Dalam matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola piker deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterangkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus”.
·         Memiliki simbol yang kurang dari arti
Dalam matematik jelas terlibat banyak sekali simbol yang digunakan, baik berupa huruf ataupun bukan huruf. Rangkaian simbol-simbol dalam matematika dapat membentuk suatu model matematika. Model matematika dapat berupa persamaan, pertidaksamaan, bangun geometrik tertentu, dan sebagainya. Makna huruf dan tanda itu tergantung dari permasalahan yang mengakibatkan terbentuknya model itu. Jadi, secara umum huruf dan tanda dalam model x + y = z masih kosong dari arti, terserah kepada yang akan memanfaatkan model itu.
·         Memerhatikan semesta pembicaraan
Sehubungan dengan kosongnya arti dari simbol-simbol dan tanda-tanda dalam matematika diatas, menunjukkan dengan jelas bahwa dalam menggunakan matematika diperlukan kejelasan dalam lingkup apa model itu dipakai. Semesta pembicaraan bermakna sama dengan universal set. Semesta pembicaraan dapat sempit dapat juga luas sesuai dengan keperluan.
·         Konsisten dalam sistemnya
Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem yang mempunyai kaitan satu sama lain, tetapi juga ada system yang dapat dipandang terlepas satu sama lain.[15]
d.        Tujuan pembelajaran matematika
Dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) matematika yang dewasa ini dipakai dikemukakan bahwa tujuan umum diberikannya matematika di jenjang pendidikan dasar dan pendidikan umum adalah :
·         Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif, dan efisien.
·         Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
Sedangkan dalam GBPP matematika yang khusus untuk pendidikan dasar yang dipakai dikemukakan bahwa tujuan khusus pengajaran matematika di sekolah dasar (SD) adalah :
·         Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung ( menggunakan bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari.
·         Menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika.
·         Mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut di sekolah  lanjutan tingkat pertama (SLTP).
·         Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.

D.    Hubungan Bahasa Indonesia Terhadap Pemahaman Soal Matematika

            Mata pelajaran matematika memegang peranan penting pada jenjang sekolah dasar, karena matematika membekali peserta dididik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sisitematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi: bilangan, goemetri dan pengukuran serta pengolahan data. Salah satunya tentang materi soal cerita
            Beberapa matematikawan telah mengembangkan cara-cara penyelesaian soal-soal matematika diantaranya adalah dengan cara penyelesaian soal matematika yang ditekankan pada kemampuan untuk menemukan cara penyelesaian sendiri (problem solving). Menurut George Polya yang dikutip dari buku Mari Berpikir Matematis, menyatakan ada beberpa hal yang harus dipahami oleh pembelajar matematika, yakni:
            Memahami atau mengerti soal matematika
·      Pembelajar matematika harus memahami benar-benar arti demi kata yang ada dalam soal. Khususnya, soal-soal matematika yang berebentuk soal cerita (word problem).
·      Pembelajar matematika harus dapat menuliskan kembali tersebut ke dalam bahasa pembelajar matematika sendiri.
·      Pembelajar matematika harus mengetahui hal-hal apa (menggali informasi-informasi) yang ada dalam soal dan menggunakan untuk mencari jawaban.
            Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran bahasa khususnya bahasa indonesia berperan sangat penting. Khususnya dalam soal matematika yang berbentuk soal cerita (words problem). Hal ini dibutuhkan pemahaman soal cerita yang dituliskan kedalam kalimat matematika yang sudah tentu melibatkan pembelajaran bahasa Indonesia.
E.     Kerangka Berpikir
            Pembelajaran Bahasa di MI ISLAMIYAH Kecamatan Pakis, terutama pada mata pelajaran bahasa Indonesia guru masih kurang variatif dalam menggunakan metode dan model pembelajaran. Metode dan media pembelajaran kurang melibatkan siswa aktif, dalam artian pembelajaran hanya masih mengandalkan guru sebagai sumber pembelajaran. Dan faktanya kebanyakan dari mereka tidak sepenuhnya memahami tentang materi yang diajarkan.
            Maka dari itu pemilhan metode pembelajaran yang tepat  akan membuat siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Dan jika pembelajaran bahasa Indonesia telah diterapkan dengan metode yang efektif, maka dalam mata pelajaran yang lain seperti Matematika terutama dalam memecahkan soal cerita tidak akan kesulitan dalam memahaminya.
Kerangka Berpikir
Text Box: Mengakibatkan siswa kesulitan dalam mata pelajaran lain yang melibatkan unsur bahasa

 
Text Box: Pembelajaran bahasa Indonesia yang tidak efektif                                  Text Box: Siswa kurang memahami materi yang dijarkan


Text Box: Kefektifan pembelajaran bahasa indonesia
 





Text Box: Pemahaman siswa meningkat untuk menegerjakan soal cerita matematikaText Box: Pembelajaran bahasa Indonesia yang efektif                                                                                                                            



[1] James Popham, Teknik Mengajar Secara Sistematis (Jakarta: Rineka Cipta, 2001) hlm. 2
[2] Ibid..
[3] James Popham, Teknik Mengajar Secara Sistematis (Jakarta: Rineka Cipta, 2001) hlm. 14
[4] Furqananul Azies, Pengajaran Bahasa Komunikatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1996) hlm. 21
[5] Ibid hlm. 22
[6] Ibid hlm. 23
[7] Ibid..
[8] Furqananul Azies, Pengajaran Bahasa Komunikatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1996) hlm. 24
[9] Ibid hlm 26
[10] James Popham, Teknik Mengajar Secara Sistematis (Jakarta: Rineka Cipta, 2001) hlm. 28
[11] Dra. Lisnawaty Simanjuntak, dkk. Metode Mengajar Matematika, (Jakarta, PT. Rineka Cipta,1993) h.70
[12] Ibid, h.71
[13] Ibid, h.72
[14] R. Soedjadi, kiat pendidikan matematika di Indonesia, (Jakarta: departemen pendidikan nasional,1999/2000), h.13
[15] Ibid, h. 17-21

BAB III
METODE PENELITIAN
A.    Pendekatan dan jenis penelitian
Penelitian Kuantitatif yaitu suatu penelitian yang menggunakan pertanyaan kuersioner yang sama terhadap banyak orang, untuk kemudian seluruh jawaban peneliti dicatat, diolah dan dianalisis dengan skala statistik yang dapat dinyatakan dengan angka (skala, indeks, rumus dan sebagainya).1 Metode peneletian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode yang berlandaskan pada filsafat pospositivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik.[1]
B.     Lokasi/ latar penelitian
Penelitian dilaksanakan di MI Islamiyah terletak di Desa Sumberkradenan kecamatan Pakis, Kab. Malang. Adapun alasan peneliti memilih sekolah ini karena letaknya yang strategis dan mudah di jangkau menggunakan transportasi yang ada. Dan karakteristik masyarakatnya heterogen. Juga minat peserta didiknya masih tergolong rendah dalam antusias belajar matematika.

C.     Variabel, dan Instrumen Penelitian

1.      Variable
Variabel penelitian pada dasarnya adalah sesuatu yang berbentuk apa saja yang di tetapkan  oleh penelitian untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut kemudian ditarik kesimpulannya. Kerlinger (1973) menyatakan bahwa variabel adalah konstruk (constructs) atau sifat yang akan dipelajari. Diberikan contoh misalnya, tingkat aspirasi, penghasilan, pendidikan, status sosial, jenis kelamin, golongan gaji, produktivitas kerja dan lain-lain. Di bagian lain Kerlinger menyatakan bahwa variabel dapat dikatakan sebagai suatu sifat yang diambil dari suatu nilai yang berbeda (different values). Dengan demikian variabel itu merupakan suatu yang bervariasi. Selanjutnya Kidder (1981), menyatakan bahwa variabel adalah suatu kualitas (qualities) dimana penelitian mempelajari dan menarik kesimpulan darinya.[2]
Adapun variabel dari penelitian ini adalah:
a. Variabel bebas ( Independent Vaeriable )
Variabel bebas (Independent Vaeriable) atau biasa disebut dengan Variabel (X) dalam penelitian ini adalah keefektifan bahasa indonesia. Disebut demikian, karena kemunculannya atau keberadaannya tidak dipengaruhi variabel lain.
b. Variabel terikat (Dependent Variable).
Variabel terikat (Dependent Variable) yang biasa disebut dengan Variabel (Y) dalam penelitian ini adalah pemahaman isi soal cerita matematika. Disebut demikian, karena kemunculannya disebabkan atau dipengaruhi variabel lain.
2.      Instrumen Penelitian
Instrument adalah alat pengukur pada waktu penelitian menggunakan sesuatu metode.[3] Instrument dalam penelitian kuantitatif, kualitas instrument penelitian berkenaan dengan validitas dan reliabilitas instrument dan dan kualitas pengumpulan data berkenaan dengan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data.
Oleh karena itu, instrument yang telah teruji validitas dan realibilitasnya, belum tentu dapat menghasilkan data yang valid dan reliable, apabila instrument tersebut tidak digunakan secara tepat dalam pengumpulan datanya.Instrument dalam penelitian kuantitatif dapat berupa wawancara, observasi, dan kuesioner.[4]
untuk mengambil data tentang pribadinya yang masih berhubungan dengan masalah yang diangkat peneliti.

ANGKET


















D.    Populasi dan sampel
Populasi merupakan daerah atau lokasi yang akan diteliti, yaitu seluruh penduduk yang dimaksud atau diselidiki. Atau juga bisa dimaksud sebagai keseluruhan objek penelitian. Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas IV MI Islamiyah Sumberkradenan
Populasi pada penelitian ini sejumlah 30 orang
NO
Keterangan
siswa
1
Kelas IV
30

Total
30


E.     Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling penting dalam penelitian. Karena tujuan dari penelitian menurut sugiono adalah mendapatkan data. Dalam pelaksanaan pengumpulan data, peneliti menggunakan metode sebagai berikut :
1.      Metode dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu metode pengumpulan data dengan mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, agenda, dan sebagainya. Metode ini lebih mudah dibanding dengan metode lain karena apabila kekeliruan dalam penelitian sumber datanya tidak berubah dan dalam metode dokumentasi yang diamati adalah benda mati.
Keutamaan dari metode dokumentasi adalah sebagai “bukti” untuk suatu pengkajian, metode ini sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya  yang alamiah sesuai dengan konteks, metode ini mudah ditemukan dengan kajian isi. Dari keutamaan yang disebutkan di atas maka peneliti menggunakan metode ini sebagai metode untuk mengumpulkan data antara lain :
a)      Daftar nilai bahasa Indonesia
b)      Kelengkapan media dan alat pembelajaran.
2.      Metode Wawancara
Wawancara,  yaitu  mengadakan  Tanya  jawab  secara  langsung  berkenaan dengan  penulis ini,  caranya  dengan  mendatangi  langsung  responden  untuk mendapatkan informasi dan data secara langsung dari pihak sekolah, terutama disini  dengan  siswa di MI ISLAMIYAH PAKIS
3.      Tes Hasil Belajar
Pengukuran tes hasil belajar ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan kualitas pembelajaran matematika pada siswa dengan melihat nilai yang diperoleh siswa. Tes tersebut juga salah satu rangkaian kegiatan dalam upaya meningkatkan keefektifan pembelajaran bahasa Indonesia terhadap penulisan soal cerita matematika di MI ISLAMIYAH Pakis. Tes yang dimaksud meliputi tes awal/ pre tes/ tes pengetahuan pra syarat, tes pengetahuan tersebut akan dijadikan acuan tambahan untuk dijadikan penentuan awal yang dilakukan tes pada setiap akhir tindakan/ tes akhir pertemuan pada setiap siklus, hasil tes ini akan digunakan untuk mengetahui tingkat prestasi

F.      Teknik analisis data
Dalam hal ini digunakan true experimental design. Dalam model ini terdapat kelompok eksperimen dan kelompok control, dimana pengambilannya dilakukan secara random. Paradigma adalah seperti:
R O1  X  O2
R O3        O4
R = Kelompok eksperimen dan control murid MI ISLAMIYAH diambil secara random
O1 & O3 = siswa diobservasi menggunakan pretest untuk mengetahui hasil menegerjakan soal matematikanya.
O2 = hasil mengerjakan soal matematika setelah mendapatkan  pembelajaran bahasa Indonesia yang efektif.
O4 = Hasil mengerjakan soal matematika siswa yang tidak mendapatkan pembelajaran matematika yang efektif.
X = treatment. Kelompok atas sebagai kelompok eksperimen diberi treatment, yaitu pembelajaran bahasa Indonesia yang efektif. Sedangkan kelompok bawah yang merupakan kelompok control, tidak menggunakan pembelajaran bahasa Indonesia. Pengaruh pembelaaran bahasa indinesia terhadap pengerjaan soal adalah O2.
1.      Teknik Analisa Product Moment
Teknik ini peneliti gunakan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara pengaruh keefektifan penulisan soal cerita matematika terhadap penulisan soal cerita. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.[5]
            rxy =
Keterangan
xry      : Angka indeks korelasi  “r” product moment
X                    : Pengaruh Pembelajaran bahasa indonesia
Y                    : penulisan soal cerita matematika
Sxy                 : Jumlah hasil perkalian antara x dan y
Sx                   : Jumlah seluruh skor x
Sy                   : Jumlah seluruh skor y
                  N                     : Number of cases
           
G.    Indikator Keberhasilan
INTERVAL NILAI
KRITERIA
80-100
79-60
60-50
Sangat Baik
Baik
Cukup
DAFTAR PUSTAKA
Farikhin; Mari Berpikir Matematika. Penerbit Graha Ilmu, Yogykarta 2007.
Lisnawaty, Dra., dkk.; Metode Mengajar Matematika 2,Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, januari 1993.
Furqanul, Drs.; Pengantar Bahasa Komunikatif Teori dan Praktek, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, Oktober 1996.
Popham, W James.; Teknik mengajar secara sistematis, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, Februari 2001.
Wilis, Judy.: Strategi Pembelajaran Efektif Bebasis Riset Otak, Penerbit Mitra Media, Yogyakarta, Mei 2010.
Sudjono,; Pengantar Statistik Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2012.
Sugiyono,  Prof; metodologi penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Alfabeta, Bandung 2015.
Turmudzi ,Sri Harini,; Metode Statistika,: UIN Malang, Malang 2008.



[1] Sugiyono, Metode penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. (Bandung: Alfabeta, 2009) hlm. 407
[2] Sugiyono, metodologi penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2015), halaman 38
[3]Turmudzi dan Sri Harini, Metode Statistika, (Malang: UIN Malang, 2008), hal. 18.
[4]Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, hal. 149.
[5] Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), h. 43

Komentar

Postingan Populer